Masa Sebelum Nabi Dilahirkan (Final)

Setelah ka’bah selesai dibangun, datanglah wahyu kepada nabi Ibrahim ‘alaihissalam. “Perintahkanlah/kumandangkanlah agar orang-orang datang mengerjakan haji.”
Kapan itu mengerjakan haji? Bagaimana rukun dan syaratnya? Ada dalam suhuf Ibrahim. Tapi tidak dirincikan dalam riwayat kepada kita bagaimana perilaku pada saat itu, apakah mutlak sama dengan kita sekarang atau tidak. Tapi yang jelas, sai-tawaf di ka’bah-jamroh-sembelihan itu semua bagian daripada ajaran/syariat nabi Ibrahim ‘alaihissalaam di zaman itu. Alquran datang menyempurnakan syariat-syariat sebelum kita. Ada yang ditarik menjadi hukum kita, ada yang tidak, ada yang sudah terhapus.

Maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menjawab kepada Jibril, “Bagaimana bisa suaraku ini sampai memanggil orang”, karena ini perintah Allah memanggil orang seluruh dunia. Kata Jibril dalam riwayat shohih “Cukup bagimu menyampaikan saja, cari tempat yang tinggi teriak ‘Ayo Haji’, nanti Allah punya tugas menyampaikan [ke seluruh dunia]”. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam patuh.
Ada beberapa atsar yang mengatakan, nabi Ibrahim naik di Arafah (Jabal Rahmah) kemudian mengangkat suaranya dengan keras “Haji…”. Maka suara nabi Ibrahim ‘alaihissalam dibawa –dengan izin Allah subhanahu wata’ala- ke seluruh pelosok muka bumi ini dan semua orang yang beriman kepada Allah yang hidup pada saat itu datang ke Mekkah untuk haji. Itu Allah subhanahu wata’ala ceritakan dalam surah Al-Hajj ayat 26-29.
Ayat 26. “Dan ingatlah ketika kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah”, maksudnya Allah jadikan ia berhasil membangun ka’bah dan akhirnya dia punya posisi/tempat di sekitar situ.
Dan Kami katakan kepadanya ‘Janganlah engkau menyekutukan Aku”, jangan sampai ada kemusyrikan disini (Ka’bah). Ini rumah (Ka’bah) dibangun hanya sekedar sebagai tempat agar orang tau bahwa Allah punya rumah, selesai, gak ada apa-apanya disitu. Jangan bawa gunting pada saat tawaf, gunting qiswahnya ka’bah, gak ada hubungannya dengan berkah disitu, karena qiswah Ka’bah dibuat oleh kerajaan Saudi untuk memperindah Ka’bah itu sendiri (tentang Qiswah nanti ada kisahnya tersendiri).
Qiswah ka’bah tidak perlu digunting, dibawa pulang, dijadikan jimat. Sama halnya kalau kita masuk di Hajar Aswad, pas cium Hajar Aswad, wangi sekali, sampai kopiahnya dicabut, digosok-gosok, jilbabnya digosok-gosok (ke Hajar Aswad), ditanya kenapa? Karena wangi. Iya, karena kerajaan Saudi beri minyak wangi. Tidak ada hubungannya disitu.
Makanya Umar bin Khattab pada saat melihat hajar aswad, beliau berdiri. Karena orangnya tinggi besar, Umar bin Khattab kalau duduk di atas kuda, kakinya sampai di tanah, jadi tingginya 2m lebih. Beliau di zaman khilafahnya berdiri di depan hajar Aswad (jamaah haji waktu itu sampai di dadanya saja karena pendek), beliau berteriak dengan suara keras di musim haji waktu itu “Demi Allah, hai hajar aswad, saya tau kau hanya batu biasa, kalau bukan saya melihat Rasulullaah sallallaahu ‘alaihi wasallam mencium kau, saya tidak akan menciummu.” Artinya, Umar ingin memberi pelajaran kepada kita, perintahnya cium, cukup, gak ada gosok-gosok kopiah, jilbab. Itu Cuma batu, sebagai simbol.
Adanya Ka’bah juga simbolik, kita tidak sembah ka’bah, tapi kita sedang melakukan perintah Allah. Kalau perintah Allah kita sujud ke laut, ya kita ke laut, pohon ya ke pohon, ka’bah ya ke ka’bah. Jadi konsepnya jelas, jangan sampai berlebih-lebihan. Ini perlu dijaga.
Sama juga di mesjid Nabawi begitu, di kuburan Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam ada lubang. Perintahnya disitu kita cuma berikan salam, selesai. Berdo’a pun jangan disini (kuburan Nabi), tapi disana menghadap kiblat. Sekarang, ada yang bahkan kirim surat ke Nabi, suratnya dilempar ke lubang, kopiah di gosok-gosok di kubah emas, dll, kenapa? Karena berkah katanya. Siapa yang bilang? Pintu rumah nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam itu pintu, dibuat oleh kerajaan Saudi, gak ada berkahnya. Berkah itu pada saat kita menjalankan perintah dan meninggalkan larangan beliau. Itu berkah. Bukan dengan besinya. Apa gunanya kita gosok-gosok kopiah di besi itu sementara kita melanggar sunnahnya? Yang terjadi pada saat selesai musim haji, di sapu kuburan nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam, banyak sekali kertas (surat), bahasa Indonesia-Urdu-Afrika, dll. Apa isinya? Minta tolong kepada selain Allah. Bunyinya “Ya Rasulullah, sembuhkanlah penyakit saya” “Ya Rasulallaah, mudahkan jodoh saya” “Ya Rasulullaah, begini dan begitu”. Darimana ajaran ini?!
Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepada Abdullah bin Abbas dalam hadits Bukhori “Hai anak kecil, kalau kau minta sesuatu, MINTALAH KEPADA ALLAH. Apapun yang kamu butuhkan, minta kepada Allah. Dan ingatlah, jika satu kaum ingin menyusahkanmu dan Allah tidak mau kau ditimpa musibah, maka itu tidak akan menimpamu. Dan kalau seandainya satu kaum mendukung kamu, sementara Allah mau musibah menimpamu, maka pasti kau kena. Sudah diangkat pulpen dan sudah kering.” Takdir sudah tercatatkan semuanya.
Jangan menyekutukan Aku dengan apapun dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang tawaf, orang-orang yang beribadah serta orang-orang yang ruku’ dan sujud.” Artinya ini saja perilakunya, ibadah di ka’bah, gak ada apa-apa yang lain.
Ayat 27. “Dan serukanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji,”, ini saksi bahasan kita, ini yang kita katakan tadi suaranya sampai ke seluruh pelosok muka bumi ini (hanya dengan teriak). “niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki atau mengendarai setiap unta yang kurus”, kenapa untanya kurus? Ulama tafsir mengatakan karena terlalu jauh perjalanannya. “Mereka datang dari segenap penjuru yang jauh”, seluruh penjuru bumi yang beriman waktu itu datang untuk haji.
Apa gunanya mereka dipanggil haji? Di ayat 28, “Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebutkan nama Allah”, artinya mereka lihat nih, oh ini ada Ka’bah rumahnya Allah, begini cara ibadah, nabi Ibrahim ‘alaihissalaam mendakwahkan apa yang ada dalam suhufnya kepada manusia pada saat itu.
pada beberapa hari yang ditentukan”, maksudnya haji.
atas rezki yang Allah berikan kepada mereka berupa hewan ternak (dikurbankan), maka makanlah sebagian darinya”, berarti boleh memakan daging kurban, tidak harus semuanya dikasi ke orang. Sama dengan aqiqah, boleh diambil. Tapi ulama mengatakan paling tidak sepertiganya atau maksimal sepertiganya, selebihnya disedekahkan.
Maka makanlah sebagian darinya, sebagian lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir”, berarti afdholnya (daging kurban) diberikan kepada orang yang tidak mampu.
Ayat 29. “Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada di badan mereka”, artinya bersuci, mandi, memotong kuku, seperti kalau kita lagi mau pakai ihram. “dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf di sekitar Baitillah atau Ka’bah”.
Selesai semuanya, haji sudah diperintahkan, maka kita tutup dengan kisah yang sedikit menyimpulkan tentang Ibrahim ‘alaihissalam dan Ismail ini.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sempat kembali ke Sarah. Dan Sarah ini, Allah subhanahu wata’ala berikan berkah kehidupannya, setelah kejadian pembangunan ka’bah, haji sudah selesai, nabi Ibrahim ‘alaihissalam disuruh balik. Pada saat balik kesana, Sarah, ternyata Allah subhanahu wata’ala bukan cuma sekedar membuat dia melahirkan di umur tua dan mandul, tapi Allah memberkahi dia berhasil melihat anak cucunya. Jadi Ishaq akhirnya punya anak lagi namanya YA’QUB. Ya’qub ini nama lainnya ISRAIL. Jadi ISRAEL itu namanya Nabi Ya’qub sebenarnya. Kalau dikatakan, BANI ISRAIL berarti keturunannya nabi Ya’qub.
Nah, kenapa dikatakan disini Nabi Ibrahim sekali lagi adalah bapaknya para nabi? Ternyata, setelah nabi Ya’qub, datang lagi Yusuf, juga keturunan langsung Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Kata para ulama, semua nabi-nabi bani Israil, itu kembali kepada nabi Ibrahim. Daud, Sulaiman, Musa, Isa, Yahya, Zakariyya, itu semuanya keturunan nabi-nabi bani Israil.
Sebuah konsep yang penting. Di dunia ini agama samawiyah dikenal 3; Yahudi, Nasrani, Islam. Sebenarnya, semua orang yang beriman kepada Allah dikatakan MUSLIM, tapi harus sepenuhnya/seutuhnya.
YAHUDI. Yahudi diambil dari kata-kata HUDA’, artinya TAUBAT. Kisahnya, waktu Nabi Musa ‘alaihissalaam pergi menerima wahyu (Taurat) selama 40 hari di Thur Sina, ada satu pengikutnya yang bernama Samiriy, membuat patung sapi dari emas. Ia (Samiriy) mengajak kaumnya (nabi Musa) untuk menyembah patung itu. Waktu itu, Musa ‘alaihissalam (ketika pergi menerima wahyu) meninggalkan saudara kandungnya dari ibunya, Harun ‘alaihissalam yang juga seorang nabi. Tapi Harun gak mampu untuk membendung kaumnya sampai nabi Musa kembali. Musa marah kepada Samiriy, diusir keluar dari kaum tersebut, dihancurkanlah patung itu. Setelah dihancurkan patung tadi, maka nabi Musa ‘alaihissalam lalu memerintahkan bani Israil untuk bertobat kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka mereka semua mengatakan “Inna hudna ilaik” (kami semua berTOBAT kepada Allah). Kata-kata Hudna / Huda adalah akar kata Yahudi.
Jadi Yahudi sebenarnya artinya bertaubat (diambil dari kata Huda), bertaubat dari penyembahan berhala tadi. Semua yang beriman kepada nabi Musa di zaman nabi Musa sebelum meninggal, sebelum datang nabi setelahnya (yaitu Isa ‘alaihissalaam), dikatakan MUSLIM. Bahkan Allah mengatakan dalam alquran, yang menyebutkan kata-kata Islam pertama kali adalah Ibrahim ‘alaihissalaam. “Huwa sammaakum muslimin”, kata Allah. Ibrahim yang memberikan nama untuk kalian ‘orang-orang yang berislam (menyerahkan diri kepada Allah)’.
Setelah nabi Isa ‘alaihissalaam datang, maka siapapun yang hidup di zaman itu, dari bani Israil (saja), yang tidak beriman kepada Isa dikatakan KAFIR, walaupun pengikutnya nabi Musa. Kenapa tidak dikatakan lagi dia Muslim? Karena memang dia menolak nabi setelahnya yang diutus oleh Allah. Kita harus beriman kepada nabi yang diutus pada saat itu (yang khusus hidup pada zaman itu). Maka semua yang beriman kepada nabi Isa dan nabi-nabi sebelumnya (Musa dan seterusnya), yang menjalankan syariat nabi yang terakhir yaitu Isa ‘alaihissalaam dalam Injil, tidak menjalankan lagi Taurat (karena konseptualnya ini telah datang nabi Isa ‘alaihissalaam), maka dikatakan Muslim. Yang tidak beriman kepada nabi Isa, KAFIR. Makanya Nasrani mengatakan Yahudi kafir. Ini terjadi terus. Sampai datangnya nabi Muhammad ‘alaihissholatu wassalam.
Note: Nabi Isa hidup sezaman dengan nabi Zakariyya dan nabi Yahya, tapi beda lokasi dakwah, ada hukum masing-masing. Nabi Musa sezaman dengan nabi Syuaib, berbeda lokasi, dan berdakwah masing-masing di lokasinya.
Waktu Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam datang, semua nabi-nabi sebelumnya dan syariat/ajaran nabi Isa maupun Zakariyya dan Yahya dihapus, karena Rasulullaah diutus untuk seluruh umat manusia. Nah, yang beriman kepada Nabi Muhammad sallallaahu ‘alaihi wasallam DAN nabi-nabi sebelumnya dikatakan MUSLIM. Itulah sebabnya kita dikatakan Muslim. Dan kita tidak lagi mengatakan Nasrani muslim karena mereka masih MENOLAK satu nabi. Penolakan ini membuat mereka tidak lagi dikatakan Muslim, padahal sebenarnya Muslim juga (di zamannya).
Kalau kita kembali kepada alasan kenapa orang Yahudi tidak mau beriman? Alasannya sangat konyol. Kenapa dikatakan konyol? Karena mereka mengatakan “Kami tidak mau beriman kepada Muhammad dengan alasan fanatisme keturunan. Kami dari keturunannya Ya’qub (Israil) dan Ishaq. Ibunya Ishaq siapa? Sarah. Sarah itu dulu tuan. Nabi Muhammad sallallaahu ‘alaihi wasallam lahir darimana? Jalurnya nabi Ismail. Ibunya Ismail siapa? Hajar, bekas budak. Hanya itu saja. Jadi hanya mengatakan Muhammad tuh dari keturunan budak. Itu konyol. Tidak ada sesuatu yang harus mendesak seperti itu. Apalagi waktu Hajar dinikahi oleh nabi Ibrahim ‘alaihissalaam telah dimerdekakan sebelumnya kemudian dinikahi, gak ada lagi perbudakan disitu. Hanya itu alasannya mereka tidak beriman. Makanya Ibnu Abbas mengatakan, tafsir Al-Fatihah “ghoiril maghdubi ‘alaihim” (bukan orang yang Kau murkai) yang dimaksud adalah Yahudi. Allah murka kepada Yahudi karena mereka tahu kebenaran tapi mereka gak mau imani, hanya karena fanatisme konyol. Kalau “dhooolliiin” (orang-orang sesat) adalah nasrani. Kenapa sesat? Mereka mau beribadah, mau menyebarkan agama tapi JAHIL (tidak tahu/tidak mengerti). Inilah tafsirnya.
Semoga bermanfaat dan akan kita lanjutkan di poin-poin yang lain.
Masih bersambung, in syaa Allaah…
(Transkrip dari ceramah “Shirah Nabawiyyah” oleh Ust. Dr. Khalid Basalamah -hafidzahullaah-)

Mungkin Anda Menyukai