Masa Sebelum Nabi Dilahirkan (4)

Ada sebuah kasus yang terjadi pada saat itu. Masyarakat Arab yang saya katakan asli turunannya, itu dari Yaman. Waktu itu tidak ada (orang Arab) selain di Yaman. Di Yaman dulu, ada sebuah bendungan yang sangat terkenal, namanya Ma’rib. Saddul Ma’rib. Saddul itu bendungan, Ma’rib nama kota atau lokasinya. Masyarakat (Yaman) zaman dulu luar biasa kehidupannya, sangat makmur, tentram. Tapi, karena mereka kufur terhadap nikmat Allah subhanahu wata’ala, maka akhirnya bendungan tersebut dihancurkan oleh Allah. Itu ada kisah tersendiri, disebutkan juga dalam alQur’an. Pada saat bendungan tersebut hancur, sumber kehidupan orang-orang Arab ini tidak ada lagi. Mulailah suku-suku Arab Asli ini keluar dari Yaman, untuk mencari lokasi yang ada airnya (***karena kalau tidak ada air, mereka tidak bisa hidup. Makanya Allah subhanahu wata’ala mengatakan dalam alQur’an “Kami menjadikan segala sesuatu itu, dari air, bisa hidup”. Kalau makanan itu mungkin hanya sekedar menutupi rasa lapar, tapi kekurangan air, bisa meninggal. Ini sesuatu yang sangat penting.***).
 
Maka Allah subhanahu wata’ala menceritakan dalam alquran tentang kisah hancurnya bendungan itu.

Lalu keluarlah suku-suku Arab ini dari Yaman. Salah satu yang jadi saksi bahasan kita adalah satu suku besar bernama suku Jurhum. Ini suku yang masyhur sekali, termasuk besar. Suku Jurhum ini tujuannya mau ke negeri Syam.
Note: ***kalau kita melihat peta Jazirah Arab, berbentuk agak miring, kemudian ada sedikit lengkungan, ini Jazirah Arab. Kalau kita lihat Yaman, itu berada di Selatan Jazirah Arab, jadi Yaman lebih dekat dengan kita (Indonesia). Makanya, Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam menjadikan miqatnya (tempat niat) orang Asia Tenggara (Indonesia dan sekitarnya), itu Yalamlam namanya, di Yaman. Jadi kalau sudah dekat dengan Saudi, biasanya disampaikan oleh pramugari/pramugaranya, ini sudah lewat di atas Yalamlam, maksudnya tempat miqat, di Yaman, di selatan Jazirah Arab (bagian bawah [lihat peta]). Kalau kita naik lagi (lihat peta), di utaranya Jazirah Arab itu ada negeri Syam (ada empat negara sekarang; Yordania, Palestin, Libanon dan Syiria). Ini punya rentetan sejarah yang sangat besar. Nanti akan sering kita sebutkan lokasi ini. Yaman, Jazirah Arab umumnya, kemudian negeri Syam.***
 
Waktu hancur bendungan tadi, suku Jurhum dari Yaman tujuannya mau ke negeri Syam, karena Syam terkenal banyak laut, banyak sungai, kehidupannya bagus, tidak ada masalah disana. Pada saat mereka jalan, di tengah-tengah jazirah Arab itu ada kota Mekkah, Madinah, mereka lewat. Agar mereka bisa hidup sampai ke negeri Syam, di pinggiran Jazirah Arab itu ada laut merah (batas antara Asia dengan Afrika, Saudi dengan Mesir, tempat dimana Firaun ditenggelamkan oleh Allah ‘azza wa jalla). Lalu, lewatlah mereka di situ agar mereka bisa hidup dari laut itu. Mekkah, kebetulan sangat dekat dengan laut merah. Kalau kita melihat lautan di Jeddah, itu laut merah.
 
Maka, suku Jurhum lewat di sekitar itu, tujuannya agar bisa tetap hidup sampai ke negeri Syam, mengambil dari lautan tadi (ikannya, dll). Waktu mereka lewat di sekitar Mekkah, mereka tahu kalau dekat situ ada lembah, tapi mereka gak tau ada apa disitu. Mereka dikagetkan karena melihat di atas lembah (Ka’bah) itu, ada burung yang beterbangan dan mengelilingi lokasi itu. Biasanya, ini berarti ada AIR. Biasanya begitu. Maka pimpinannya mengatakan ini dari mana nih airnya, tidak pernah ada seperti ini sebelumnya. Coba utus orang deh, lihat, kok bisa? Berarti ada air disana.
 
Diutuslah dua orang dari suku Jurhum ini, berhenti (mereka istirahat), kemudian datang ke sekitar lembah (Ka’bah). Mereka dikagetkan disana ada Hajar dan Ismail hidup di sekitar mata air tadi, sebelum ada bangunan-bangunan rumah. Karena doanya nabi Ibrahim ‘alaihissalam tadi, tiba-tiba kejadian ini semua terjadi. Maka datanglah mereka.
 
Pada saat mereka datang, karena mereka terkenal dengan akhlaknya yang mulia, mereka tidak merampas air itu tapi mereka mengatakan “Air ini adalah milik Anda, wahai Hajar. Kami suku ini keluar dari Yaman karena ceritanya seperti ini (kronologisnya). Kami hanya minta satu, kami akan tinggal disini, hidup dari mata air ini, dan kami akan bayar upeti”. Maka, Hajar setuju. Datanglah suku tersebut, semua satu suku datang kesitu. Akhirnya mereka mulai membangun rumah-rumah, mulai membangun perekonomian di Mekkah, itu awalnya kisah Mekkah. Dari lembah tidak ada apa-apa sampai masuk suku Jurhum ini, kemudian mulailah hidup Hajar dan Ismail ‘alaihimussalaam. Lalu mereka hiduplah dari air tersebut dan Hajar hidup lebih berkembang lagi karena ada upeti yang dibayar (dari makanan, uang). Hiduplah suasana di Mekkah pada saat itu.
 
Mekkah berkembang dan Nabi Ibrahim belum pernah datang melihat. Ini karena Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam menunggu wahyu kapan diperintahkan untuk kesana, karena semua berentetan dengan wahyu, karena beliau seorang Nabi. Sampai Nabi Ismail ‘alaihissalaam menikah dengan anak kepala suku Jurhum.
 
***Nabi Ismail yang tadinya tidak bisa bahasa Arab, menjadi bisa bahasa Arab, karena memang dia bergabung dan menikah, maka dari sinilah keluar istilah ada Arab Asli dan ada Arab Musta’ribah (arab yang terarabkan), termasuk Nabi Ismail ‘alaihissalaam. Karena menikah dengan orang Arab tadi kemudian punya keturunan, sampai keturunannya nanti ke Nabi Muhammad sallallaahu ‘alaihi wasallam.***
 
Ada sebuah riwayat shohih yang menjelaskan (sebenarnya banyak riwayat tapi tidak dijelaskan disini karena cukup panjang), diantaranya riwayat Bukhori bahwasanya Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam mendapat perintah untuk datang ke Mekkah, menjenguk keluarganya. Pada saat datang ke Mekkah, Nabi Ismail ‘alaihissalaam sudah menikah. Lalu Nabi Ibrahim datangi rumah nabi Ismail (tentu dengan petunjuk dari Allah subhanahu wata’ala), memberikan salam kepada istrinya (nabi Ismail), lalu nabi Ibrahim tanya “Dimana suamimu (Ismail)?”. Istrinya menjawab “Suami saya lagi pergi”.
Trus ditanya, “Bagaimana kehidupan kalian?”.
“Kehidupan kami susah, ….” (semua isinya adalah keluhan, bermasalah begini begitu, dll). Intinya adalah dia mempermasalahkan kehidupannya dengan Ismail, selalu ada saja masalah. Lalu Nabi Ibrahim setelah mendengar, ia mengatakan “Sampaikan kepada suamimu (Ismail), telah datang seseorang bernama Ibrahim [dia tidak mengatakan ayahnya], dan menitipkan pesan agar mengganti tiang rumahnya”. Lalu pergilah Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam.
 
Sebagian ulama mengatakan, waktu itu Nabi Ismail ‘alaihissalaam sudah menerima wahyu juga, sehingga ia juga sudah tahu ayahnya dia siapa (Nabi), bagaimana (beriman kepada Allah), dia sudah tahu.
Maka, Ismail pun pulang, tanya, “Siapa yang datang?”, istrinya mengatakan “Ibrahim”.
“Apa pesannya?”. “Oh, pesannya agar mengganti tiang rumahmu”. Maka, Nabi Ismail mengantar istrinya ke rumahnya dan diceraikan. Memang begitu kisahnya. Kalau para Nabi, perintahnya itu dari langit, bukan lagi main-main, bukan kayak kita masih menerka-nerka.
 
Nabi Ismail ‘alaihissalaam menikah lagi kedua kalinya dengan orang lain yang juga anak kepala suku dari Jurhum.
Nabi Ibrahim waktu itu sudah ketemu Hajar, kemudian pulang, dan datang lagi di waktu yang lain (tidak disebutkan berapa lama selisihnya). Kedatangannya yang kedua, beliau mendatangi lagi Ismail. Beliau memberi salam kepada istrinya dan menanyakan hal yang sama dengan istri pertama Ismail. Jawaban istrinya semuanya pujian, “Alhamdulillaah kehidupan kami begini, baik…”. Nabi Ibrahim mengatakan, “Baik, nanti kalau suamimu datang, beritahu, telah datang seseorang yang bernama Ibrahim dan pesankan bahwasanya pertahankan tiang rumahnya”.
 
Ketika Nabi Ismail datang, ditanyakan siapa yang datang, istrinya menjawab bahwa ada seseorang yang bernama Ibrahim dan menunggu di rumah ibu Anda, Hajar, pesannya suruh pertahankan tiang rumah. Istrinya tidak tahu kalau dia disuruh pertahankan. Maka Ismail mengatakan itu ayah saya dan dia minta agar saya mempertahankan kehidupan dengannya. Lalu pergilah Nabi Ismail menemui nabi Ibrahim ‘alaihissalaam.
 
Beberapa hari saja bertemu dengan Ismail (baru hitungan hari bertemu setelah beberapa tahun), ***Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sangat sayang dengan Ismail, apalagi memang ada informasi dari wahyu langit bahwa Ismail jadi nabi, maka nabi Ibrahim sangat senang***
 
Tiba-tiba datang perintah, menyuruh nabi Ibrahim menyembelih anaknya, padahal baru saja ketemu setelah beberapa tahun dan anak ini laki-laki, kuat, nabi, ini cobaannya kok harus disembelih. Dan wahyu ini datang dari Allah hanya lewat mimpi. Perlu kita ketahui, Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam dan semua nabi maupun semua manusia belum pernah bertemu dengan Allah. Jadi kita harus menyadari bahwa bukan cuma kita yang tidak pernah lihat Allah, para nabi pun tidak lihat Allah subhanahu wata’ala. Makanya, disini, waktu datang perintah pun untuk menyembelih anaknya, perintahnya melalui mimpi.
 
Apa yang terjadi? Kita dengarkan kisahnya. Disebutkan dalam Alquran dalam surah Ash-Shaffaat (37) : 102-111.
102. “Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup (maksudnya si Ismail) berusaha bersama-sama dengan ayahnya (Ibrahim). Ibrahim berkata “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwasanya aku menyembelihmu. Maka, fikirkanlah apa pendapatmu.” (artinya, berikan saya apa pendapatmu).
 
Disini ulama tafsir mengatakan, kalau Ismail belum kenal Allah, gak mungkin dia spontanitas mau menerima. Tapi, karena justru dia juga sudah ternobatkan menjadi nabi, maka dia siap.
 
“Ismail menjawab, “Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, insya Allah Anda akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.”
 
103. “Tatkala keduanya telah berserah diri”, artinya dibawalah Ismail ‘alaihissalaam ditempat yang telah ditunjuk oleh Jibril di sebuah gunung di sekitar Jamroh, di Mina.
 
(***Nanti ada Jamroh Aqobah, orang bilang lempar syetan, kecil-sedang-besar. Sebenarnya itu tidak ada setannya, jangan sampai Anda pikir ada syetannya sehingga mengambil sendal, kayu, batu besar lalu melempar. Padahal sunnahnya yang diambil adalah kerikil kecil. Karena Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam pada saat membawa anaknya menuju ke tempat sasaran di Mina itu yang Allah suruh, di sebuah batu, diletakkan disitu, pada saat ditaruh, syetan datang menggoda agar tidak dilaksanakan. Maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam membaca isti’adzah dan melemparnya tujuh kali dengan batu kerikil, melempari syetan tersebut.***)
 
Karena nabi Ibrahim ‘alaihissalaam sudah niat menyembelih anaknya karena perintah Allah. Nabi Ismail pun sudah menyerahkan dirinya, “Sembelihlah saya karena Allah yang suruh”,
“dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya”, jadi sudah diletakkan dan diangkat dagunya untuk disembelih lehernya, sudah jelas dan tidak ada lagi keraguan. “Nyatalah kesabaran keduanya”, Allah sudah tahu kesabaran keduanya.
104. “Maka Kami panggil dia: Hai Ibrahim.”
105. “Sesungguhnya kamu telah mempercayai mimpi itu”, artinya perintah untuk disuruh menyembelih. “Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.”
106. “Sesungguhnya itu benar-benar suatu ujian yang berat”, cuma lihat mimpi saja tapi karena seorang Nabi, harus percaya.
107. “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”, ini asas dari sembelihan idul Adha.
108. “Kami abadikan untuk Ibrahim ujian tadi di kalangan orang-orang yang datang kemudian”, apa maksudnya? Kata ulama, seperti kasus Hajar tadi, selama orang sa’i, Hajar panen pahalanya. Selama Idul Adha ada, Ibrahim dan Ismail panen pahalanya. Jadi hikmah imaniyahnya disitu. Dikerjakan karena Allah, maka akan berbekas. Dan Subhanallah, tidak ada sesuatu yang dikerjakan karena Allah kecuali akan ada bekasnya dan sangat besar.
109. “Yaitu Kesejahteraan dilimpahkan kepada Ibrahim”.
110. “Demikianlah Kami memberikan balasan bagi orang-orang yang berbuat baik”.
111. “Sesungguhnya, ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman”.
Lalu setelah itu, mulailah ada rentetan ibadah haji. Sa’i sudah selesai tadi di zaman Hajar, kemudian sembelihan juga sudah ada tinggal masalah Ka’bah (tawaf).
 
Maka Allah subhanahu wata’ala memerintahkan nabi Ibrahim ‘alaihissalaam untuk membangun Ka’bah (asas/pondasinya sudah ada). Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam dan Nabi Ismail mulailah membangun Ka’bah, bekerjasama, hanya dua orang saja. Disini kebanyakan mereka berdua saja yang membangun karena perintah wahyu begitu. Dan ini pendapat yang paling rojih. Tidak dilibatkan masyarakat Mekkah waktu itu. Jadi, mereka berdua saja yang membangunnya, meletakkan batu demi batu, tentunya batu pada saat itu sangat sederhana, jadi tanah liat yang dibasahin kemudian dicetak, dibentuk, dikeringkan, sudah, jadi bisa runtuh setiap saat. Maka dibuatlah batu-batu seperti itu kemudian disusunlah. Dan yang kita tau ada maqom Ibrahim (tempat telapak kaki nabi Ibrahim) itu bukan apa-apa, jangan jadi jahil disini, karena banyak orang mengganggap itu sakral. Dibungkus dengan kubah emas lah, bisa dipegang-pegang lah, ada berkahnya.. itu tidak ada sama sekali. Itu hanya sekedar telapak kaki nabi Ibrahim. Dalam sirah disebutkan, nabi Ibrahim ‘alaihissalaam waktu membangun ka’bah, setiap sudah mengatur bata-nya, beliau mundur untuk melihat apakah sudah stabil bangunannya atau belum. Hanya itu saja.
 
Kenapa dikekalkan oleh Allah subhanahu wata’ala? Karena ketulusannya nabi Ibrahim, jadi orang bisa kenang. Salah satu perilaku dikekalkannya, tidak ada orang yang tawaf (umrah atau haji) kecuali harus sholat 2 rakaat di belakang maqom Ibrahim. Itu bagian dari tawaf itu sendiri (jika haji dan umrah).
 
Note: ***sholat di belakang maqom Ibrahim tidak harus pas dibelakangnya. Sampai ke tempat sa’i di belakang itu tempat sholat 2 rakaat. Jadi jangan ngotot di tempat tawaf sehingga kepalanya diinjak-injak oleh jemaah haji.***
 
Setelah ka’bah selesai dibangun, lalu ada wahyu datang kepada nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
 
Bersambung…
(Transkrip dari ceramah “Shirah Nabawiyyah” oleh Ust. Dr. Khalid Basalamah -hafidzahullaah-)

Mungkin Anda Menyukai